Kamis, 13 Juni 2013

tugas softskill bahasa indonesia 2 (resensi)



Nama : Pramuditha Rizky
Npm : 15210358
Kelas : 3 EA 16

Pengertian Resensi :
            Resensi /résénsi/ n menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; ulasan buku: Sedangkan kata "mengulas" v itu sendiri mempunyai arti memberkan penjelasan dan komentar; menafsirkan (penerangan lanjut, pendapat, dsb); mempelajari (menyelidiki) dan kata "ulasan" n mempunyai arti kupasan; tafsiran; komentar:
            Resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Arti yang sama untuk istilah itu dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Tiga istilah itu mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas buku.
            Tindakan meresensi dapat berarti memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku, membahas, atau mengkritik buku. Dengan pengertian yang cukup luas itu, maksud ditulisnya resensi buku tentu menginformasikan isi buku kepada masyarakat luas
            Secara singkat, resensi ialah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.

Tujuan Resensi
1.      Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif (mendalam) tentang apa yang tampak dan terungkap dalam suatu karya.
2.      Memberikan gambaran kepada masyarakat apakah karya yang diresensi itu merupakan suatu karya yang bermutu atau tidak.
3.      Memberikan gambaran kepada masyarakat apakah buku itu layak untuk dibaca.
Unsur-unsur Resensi
Didalam sebuah resensi karya sastra terdapat dua macam unsur, yaitu:
1.      Unsur Intrinsik yaitu unsur yang membangun cerita karya sastra yang berasal dari dalam.
2.      Unsur Ekstrinsik yaitu unsur yang membangun cerita karya sastra yang berasal dari luar (kebalikan dari unsur intrinsik).

- Unsur-unsur Resensi menurut Daniel Samad :
1. membuat judul resensi
2. menyusun data buku
3. membuat pembukuan
4. isi pernyataan resensi buku
5. penutup resensi buku

- Langkah-langkah meresensi :
1. pengenalan buku
2. membaca buku secara teliti dan memahaminya
3. menandai buku-buku yang penting dan yang akan dikutip
4. membuat sinopsis atau intisari dari buku yang diresensi
5. menentukan sikap atau penilaian
6. mengoreksi dan merevisi hasil resensi

Langkah – langkah Membuat Resensi :
            Ketika melakukan kegiatan meresensi, hendaklah perhatikan langkah-langkah meresensi buku sebagai berikut.
1. Penjajakan atau pengenalan terhadap buku yang diresensi,mulai dari tema buku yang diresensi, disertai deskripsi isi buku,siapa yang menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan, tebal (jumlah bab dan halaman), format, hingga harga.Siapa pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan prestasi, buku atau karya apa saja yang ditulis, hingga mengapa ia menulis buku itu. Buku itu termasuk golongan buku yang mana: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, sosiologi, filsafat, bahasa, atau sastra.
2. Membaca buku yang akan diresensi secara komprehensif, cermat, dan teliti. Peta permasalahan dalam buku itu perlu dipahami secara tepat dan akurat.
3. Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutip untuk dijadikan data.
4. Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi.
5. Menentukan sikap dan menilai hal-hal berikut.

    Organisasi atau kerangka penulisan; bagaimana hubungan antara bagian yang satu dan bagian yang lain, bagaimana sistematikanya, dan bagaimana dinamikanya.
    Isi pernyataan; bagaimana bobot ide, analisis, penyajian data, dan kreativitas pemikirannya, bahasa; bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan, kalimat dan penggunaan kata, terutama untuk buku ilmiah.
    Aspek teknis; bagaimana tata letak, tata wajah, kerapian dan kebersihan, dan pencetakannya (banyak salah cetak atau tidak).
Sebelum menilai, alangkah baiknya jika terlebih dahulu dibuat semacam garis besar (outline) resensi itu. Outline ini sangat membantu kita ketika menulis, mengoreksi dan merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar dan kriteria yang kita tentukan sebelumnya.

Contoh Resensi Buku
Resensi Buku “Marmut Merah Jambu”
Judul : Marmut Merah Jambu
Pengarang : Raditya Dika
Penerbit : Bukune
Tahun terbit : 2012
Cetakan : 5
Kategori : Non-fiksi Komedi
Harga buku : Rp. 39.000,-
Jumlah Halaman : 218 Halaman

Kelebihan        : Berawal dari cover. Buku ini memiliki cover yang bagus dengan gambar yang menarik dan jenis kertas yang tidak mudah rusak. Warna yang digunakan juga cukup menarik perhatian pembeli. Pembahasan yang di sampaikan pengarang amat sangat menarik untuk di baca serta gaya bahasa yang digunakan pun mudah di pahami. Cerita tersebut juga merupakan pengalaman pribadi sang pengarang saat masa-masa SMP dan SMA sehingga membuat pembaca merasa terbawa dalan jalan cerita tersebut (ikut merasakan pengalaman sang pengarang). Novel ini juga dapat memberi motivasi kepada para pembaca untuk menuangkan pengalaman-pengalaman pribadi mereka ke sebuah novel atau cerita. Karena novel ini banyak bercerita tentang pengalaman percintaan sang pengarang jadi buku ini layak di baca terutama pada kalangan remaja yang sedang mengalami masa-masa ‘percintaan’ karena kita dapat mengerti dan merasakan cinta, karena cinta membutuhkan konsekuensi.

Kelemahan      : Menurut gua buku ini hampir tidak memiliki kelemahan. Namun, hanya ada beberapa bagian yang menurut gua kurang menarik dan ada beberapa kata yang gua kurang mengerti.

... Dia melihat mata gue dan bilang dengan sungguh-sungguh,‘ Kita bakalan kayak gini terus, kan?’
‘Aku pengin kita begini terus,’ kata gue, sambil mempererat genggaman gue.
Saat itu gue sadar, inilah apa yang gue coba tulis di buku Marmut Merah Jambu ini: tentang bagaimana manusia pacaran, tentang manusia jatuh cinta, tentang gue jatuh cinta. Dari mulai bagaimana jatuh cinta dengan diam-diam, sampai naksir orang via chatting. Dari mulai susahnya mutusin cewek, sampai ditaksir sama cewek aneh. Dari mulai kita nembak cewek, sampai akhirnya membuat janji seperti lazimnya orang pacaran lainnya, seperti: kita bakalan kayak gini terus.Janji yang terkadang gak bisa ditepati.
Dia bertanya lagi ke gue, ‘Kamu dari mana yakin kita bakal gini terus?’ Dia lalu berdehem, sebelum akhirnya melanjutkan, ‘Sebelumnya kan kamu juga udah pernah pacaran. Pernah punya hubungan yang gagal.’
‘Lah, kamu juga,’ balas gue.
‘Makanya. Siapa tahu... kita nanti gagal juga?’
‘Itu risiko yang aku ambil,’ kata gue.
Dalam hati, gue berharap hubungan gue dan pacar gue sekarang seperti hubungan binatang yang setia satu sama lain selama hidupnya. Ambil contoh burunglovebirds, burung ini setia sama satu pasangan selama hidupnya, sampai-sampai ketika pasangannya mati, burung yang satunya lagi akan merenung, depresi, akhirnya tidak lama kemudian mati menyusul pasangannya. Romantis banget ya?
Tak seperti burung lovebirds, manusia adalah spesies yang aneh. Kebanyakan dari kita pernah ngerasain putus, dan semakin banyak kita pacaran, semakin banyak kita ngerasain putus. Pacaran pada dasarnya punya risiko: ngambek, marah, dan akhirnya diselingkuhi, dan patah hati. Tapi kita, sebagai manusia, tetep aja masih mau pacaran. Karena kita, seperti belalang, tahu bahwa untuk mencintai seseorang, butuh keberanian.
Gue memulai buku ini dengan berusaha memahami apa itu cinta melalui introspeksi ke dalam pengalaman-pengalaman gue. dan di halaman terakhir ini, gue merasa... tetap gak mengerti, sama seperti gue memulai halaman pertama.
Alih-alih seperti belalang, gue merasa seperti seekor marmut berwarna merah jambu yang terus-menerus jatuh cinta, loncat dari satu relationship ke yang lainnya, mencoba berlari dan berlari di dalam roda bernama cinta, seolah-olah maju, tapi tidak... karena sebenarnya jalan di tempat. Entah sudah berapa kali gue naksir orang sebelum bertemu pacar gue yang sekarang ini. Entah berapa kali patah hati, berantem, cemburu yang gue alami sebelum ketemu dia. Entah berapa kali nembak dan putus, seolah-olah gue berlari dan berlari dari satu hubungan gagal ke hubungan gagal lainnya, seperti marmut yang tidak tahu kapan harus berhenti berlari di roda yang berputar. Dan hubungan kali ini, setiap gue memandangi dia, pertanyaan besar itu pun timbul: apakah sekarang saatnya berhenti?